Karya Tari Inovatif, Gedor Panggung Virtual BPNB
LOMBA virtual – karya tari
inovatif yang digagas Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau telah
usai tanggal 28/10 yang lalu. Tercatat puluhan koreografer muda berbakat dari
berbagai komunitas khususnya di wilayah BPNB Kepri hadir dengan karya tari yang
cukup menjanjikan. Bahkan yang membanggakan lagi beberapa karya mampu memenuhi
ekspektasi penonton sehubungan dengan label yang dibuat oleh penyelenggara
sebagai karya tari yang inovatif. Lengkapnya. Jika diurai, propinsi Kepulauan
Riau hadir mendominasi dengan 18 karya tari. Berikutnya 11 Jambi, 8 Riau dan 5 dari
Bangka Belitung. Mengusung tema “Wabah dalam Ingatan”. Diambil dengan mengingat
sejarah wabah di Indonesia yang dapat dirunut dari literasi sejarah yang
beredar. Wabah Pes, flu spanyol, disentri, flu burung, dan wabah lainnya. Covid
19 menjadi salah satu dari banyaknya wabah yg pernah melanda di negeri ini. Perlombaan
ini hadir sebagai ruang ekspresi tabir ingatan yang bertepak pada literasi
sejarah dan budaya.
Menarik. Menggelitik,
familiar dan dekat dengan kehidupan ril saat ini. Sehingga ruang sekaligus
sekat imajinasi ketubuhan penari yang dimanfaatkan oleh koreografer telah mampu
menyuguhkan karya yang tidak hanya enak dilihat, bahkan satu dua karya
dirasakan bernutrisi dan memiliki nilai lebih. Jujur, kehadiran lomba ini disambut,
bahkan patut di apresiasi oleh banyak pihak. Terkhusus bagi (sebagian)
koreografer yang selama ini saluran kreatifitasnya (seolah-olah) tersumbat
karena kehilangan wadah ataupun ruang pertunjukan selama pandemi.
Menyikapi
perkembangan seni pertunjukan (tari) di masa pandemi saat ini, penulis jadi
teringat dengan apa yang disampakan oleh Prof. Perry Rumengan guru besar
etnomusikologi Universitas Negeri Manado. Diperlukan satu niatan dengan
paradigma berpikir dan bertindak baru yakni kondisi seperti ini bukan untuk
dihadapi atau ditantang, akan tetapi mungkin perlu habitus baru yakni hidup
baru bersama kondisi kini. Apabila seniman ingin tetap eksis maka di sini
diperlukan strategi "hidup dalam dan bersama kondisi kekinian”. Bukan seni
di era new normal akan tetapi kita sekarang memasuki babak baru peradaban seni
dan berkesenian. Tidak
ada pilihan, paradigma berkesenian memang harus dirubah. Sensasi tepuk tangan yang
bergemuruh usai pertunjukan, sampai kerinduan kita dalam melakukan proses panjang
bersama untuk sementara waktu terpaksa kita asingkan dulu. Hal ini bukan
berarti kita kalah apalagi harus mengalah dengan kondisi kini. Justru
sebaliknya kita harus tetap tegak sekaligus menyikapinya dengan sikap kreatif.
Tugas seorang kreator atau
seniman termasuk di dalamnya koreografer memang harus terus memperbaharui diri.
Mendandani pemikiran intelektualnya. Karena
seniman tari tidak hanya dituntut piawai
dalam menata gerak saja, tanpa mampu mewujudkan sekaligus mengeksekusi ide,
gagasan dan pikiran-pikiran yang mencerdaskan. Gerak yang ditunjukan oleh tubuh
merupakan memori artistik yang muncul ketika terjadi relasi diantara mereka. Demikian
pula halnya dengan posisi penata musik dalam karya tari, selain sebagai fatner,
mereka tidak hanya dituntut untuk sekedar menghasilkan bunyi-bunyian saja, akan
tetapi juga berperan penting dalam memberikan energi pada karya tari. Sederhananya
musik tari yang baik adalah musik yang tidak (terdengar) terpisah dari pada
garapan karya tari itu sendiri.
Menyaksikan 42 karya tari
peserta yang penulis dapatkan linknya dari salah seorang dewan juri. Sangat
dipahami, semangat mereka dalam berbuat, patut diapresiasi lebih. Kegigihan
mereka dalam waktu yang relatif pendek, diperparah sempitnya ruang bergerak namun
masih bisa mewujudkan imajinasinya patut di acung. Di sisi lain, tak bisa pula
dipungkiri, di tengah keterbatasan tadi sebagian besar koreografer dirasakan
belum move on dari kondisi sebelumnya.
Sehingga sensasi yang dirasakan ketika melihat karya peserta adalah; menonton
dokumentasi karya tari yang dipentaskan di panggung prosenium. Menonton
dokumentasi karya tari yang pentaskan di alam terbuka. Artinya kamera dalam hal
ini diposisikan sebagai penonton, tidak lebih. Selain itu, pertimbangan latar,
kostum serta unsur-unsur tari lainnya dirasakan menjadi persoalan yang juga
terabaikan. Jika saja karya peserta lomba tari virtual ini disajikan secara
live di gedung pertunjukan, misalnya tari Don’t Give Up – Tanjung Pinang,
Belangir – Jambi, , Bung.kam – Jambi, Risaulah Hati – Uver Batam, Panic –
Tanjung Pinang dan beberapa nomor lainnya.
Diyakini hasil kontemplasi para koreografer muda berbakat ini bukan tidak
mungkin akan menjadi pertunjukan yang monumental.
Apa boleh buat. Fenomena
ini seolah-olah berkabar pada kita semua, banyak koreografer muda belum
terpikirkan membuat karya yang mengandalkan teknologi. Di suasana pandemik saat
ini justru pemikiran harus ditata ulang. Menunggu masa pendemi selesai dengan
berdiam diri, tentu tidak bagi para pengkreatif yang selalu bergerilya di medan
kreatif. Mereka akan selalu mencari celah untuk melahirkan gagasan-gagasan
briliannya. Bahkan mungkin terbersit keinginan untuk mencoba berkolaborasi dengan
film maker, editing dan kameramen yang mumpuni, sehingga karya akan mampu menghasilkan sumber-sumber
estetika baru, sekaligus lebih punya kekuatan untuk lebih menghidupkan
imajinasi para penontonnya.
Koreografer harus menjejal
ruang kreatif dengan berbagai kondisi.
Pandemi juga bisa diartikan sebagai pengayaan intelektual terhadap individu pengkreatif.
Ianya akan bekerja dan berbuat yang selalu menyesuaikan dengan segala ruang dan
kondisi yang ada. Bagaimanapun situasinya, karya seni pertunjukan harus tetap
berjalan. Substansinya tetap dikerjakan. Ketika pemahaman ini disiasati dengan
baik, maka kita yakini karya-karya hebat akan kembali bermunculan dari para
pengkreatif. Karena proses adalah usaha pencarian guna memperbaiki seni dalam
diri sendiri. Agaknya momentum ini yang sedang kita tunggu kehadirannya.
Tari Ingat
Lupa versus Peso, Cerdas Mana?
Karya Ingat Lupa menyajikan
menu yang berbeda dengan peserta lainnya. Tontonan yang memberikan ruang kepada
audiennya untuk aktif menafsir. Gaya garapnya mencoba untuk menyajkan sebuah
puisi yang berangkat dari pencarian
dalam diri. Karya ini menyiratkan pada penonton ia tak ingin bermegah ria di
dalamnya. Gerakan yang dihiasi dengan alur
stakato, gamang, repetitif, mengalir yang kemudian menghasilkan sebuah
puisi gerak yang menyoal kerapuhan, kesedihan tentang kepergian orang yang
dicintai. Sangat disayangkan, alur tari yang dibangun begitu kuat sejak awal,
memasuki menit 6.24 imajinasi penonton terusik hebat oleh melodis Kulintang
Kayu, yang hadir tiba-tiba. Agaknya,
kemunculan Kulintang, lebih didasari oleh keinginan koreografer untuk
menghadirkan suasana kesedihan. Beberapa detik kemudian menyusup alunan Krinok
(pantun yang dinyanyikan), lengkap dengan gesekan biola yang menyayat kembali sukses membuncah suasana
sekaligus menyuplai energi hebat pada enam penari yang bergerak bebas. Jujur
saja tari Ingat Lupa karya Ichalago sampai ke menit 07.11 detik diakui mampu menggedor
psikologi penontonnya. Sedangkan 2 menit sisanya, lebih terkesan tempelan untuk
memberikan keindahan artistik. Kuat dugaan, kegagalan ini telah menguatkan keputusan
dewan juri untuk memberikan penghargaan menjadi konsep tari terbaik. Bukan
karya tari terbaik.
Masih dari Jambi. Penyajian
karya tari Peso yang berkisah tentang gejolak rasa para ibu rumah tangga
menggunakan Ambung tampil dengan alur zig zag. Memanfaatkan rumah yang disulap
menjadi panggung, lengkap beranda dan pagar yang terbuat dari kayu itu telah
melahirkan imajinasi yang beragam.
Wajah kegelisahan, kecemasan, dan ketakutan tanpak mendominasi. Beberapa kali mereka menjerit sekuat tenaga, sesekali tercipta suasana hening lalu bengis. Dalam hitungan detik, dengan sigap mereka berpencar. Beberapa tubuh lusuh ada yang lengket di dinding kayu, lunglai di tiang penyangga, dan ada pula berdiri tegak sembari mendekap kuat ambung ke tubuhnya. Dengan posisi yang kini berbeda, seperti diorkestrasi wajah mereka kompak memelas karena tekanan hidup yang semakin berat. Strategi koreografer memang tidak seluruhnya berjalan mulus dalam menyiasati kekurangan yang dimiliki penarinya. Terbukti dibeberapa bagian penari memang tampil gagap, seperti kehilangan keseimbangan. Kekurangan tadi sedikit ditambal oleh bantuan kamera, dan suplai lighting.
Wajah kegelisahan, kecemasan, dan ketakutan tanpak mendominasi. Beberapa kali mereka menjerit sekuat tenaga, sesekali tercipta suasana hening lalu bengis. Dalam hitungan detik, dengan sigap mereka berpencar. Beberapa tubuh lusuh ada yang lengket di dinding kayu, lunglai di tiang penyangga, dan ada pula berdiri tegak sembari mendekap kuat ambung ke tubuhnya. Dengan posisi yang kini berbeda, seperti diorkestrasi wajah mereka kompak memelas karena tekanan hidup yang semakin berat. Strategi koreografer memang tidak seluruhnya berjalan mulus dalam menyiasati kekurangan yang dimiliki penarinya. Terbukti dibeberapa bagian penari memang tampil gagap, seperti kehilangan keseimbangan. Kekurangan tadi sedikit ditambal oleh bantuan kamera, dan suplai lighting.
Mempelototi karya Peso,
sepertinya ada korelasinya dengan ungkapan Min Tanaka koreografer fenomenal
asal Jepang. Tubuh akan memberikan reaksi berbeda pada setiap tempat dan waktu
yang berbeda pula. Oleh karenanya suatu kemuskilan untuk menciptakan sebuah
tarian yang benar-benar terpola. Sebab setiap kali sebuah tarian ditampilkan
itu adalah sebuah respon tersendiri terhadap setiap tempat dan waktu.
Hal ini menjadi landasan
untuk memfasilitasi penari dan koreografer dengan berbagai orientasi artistik
yang tentu juga dengan latar belakang budaya yang dimiliki oleh masing-masing
penampil. Semoga saja suguhan ini menyiratkan bahwa kesan kesederhanaan
ternyata (juga) bisa lebih bermakna dari pada garapan yang selalu mengejar kemegahan
tampilan.
Lomba tari inovatif kali pertama ini menjemput tiga eksekutor. Dr. Aton Rustandi Mulyana, M.Sn. (Dosen Etnomusikologi ISI Surakarta), Alfiyanto, S.Sn., M.Sn. (Dosen Tari ISBI Bandung) dan Loni Jaya Putra (penata musik kawakan dari Kepri). Masih Informasi dari dewan juri, mereka yang berjaya adalah, Tari Belangir dari Komunitas Manusia Berbisik asal Jambi sebagai penari terbaik. Tari Cov – 2 dari Sanggar Tuah Betung – Dumai (Riau) sebagai tari terfavorit berdasarkan poling penonton. Tari Bungkam dari Muaro Tebo Jambi sebagai Rias dan Busana terbaik, Karya tari Panic asal Tanjung Pinang sebagai musik inovatif terbaik. Untuk penyaji karya tari terbaik dan konsep tari terbaik diraih oleh komunitas asal Jambi, yakni tari Peso dari komunitas Gawe Gadis Dance dan karya tari Ingat Lupa dari sanggar Selingkung Bumi. Selamat.
Lomba tari inovatif kali pertama ini menjemput tiga eksekutor. Dr. Aton Rustandi Mulyana, M.Sn. (Dosen Etnomusikologi ISI Surakarta), Alfiyanto, S.Sn., M.Sn. (Dosen Tari ISBI Bandung) dan Loni Jaya Putra (penata musik kawakan dari Kepri). Masih Informasi dari dewan juri, mereka yang berjaya adalah, Tari Belangir dari Komunitas Manusia Berbisik asal Jambi sebagai penari terbaik. Tari Cov – 2 dari Sanggar Tuah Betung – Dumai (Riau) sebagai tari terfavorit berdasarkan poling penonton. Tari Bungkam dari Muaro Tebo Jambi sebagai Rias dan Busana terbaik, Karya tari Panic asal Tanjung Pinang sebagai musik inovatif terbaik. Untuk penyaji karya tari terbaik dan konsep tari terbaik diraih oleh komunitas asal Jambi, yakni tari Peso dari komunitas Gawe Gadis Dance dan karya tari Ingat Lupa dari sanggar Selingkung Bumi. Selamat.
Ulasan sgt menarik dr penulis, enak utk d bc, sepertinya penulis sgt fasih dg analisis, mengevaluasi dan memahami ttg pertunjukan seni, berbakat mjd kritikus seni.
BalasHapustwrima kasih, imasdedi. modal terbesarnya adalaj memberanikan diri menulis. karena kekurangan akan dicicil oleh proses belajar yg terus menerus
BalasHapusTerima kasih Pak Faisal Amri...sayang ya..info programnya tdk tersebar sampai Jakarta hehehe..salam sehat selalu pak Faisal Amri...Ditunggu selalu tulisannya..
BalasHapusMasama da ben. Sukses dN seHt selalu ntuk da ben dan keluRga.
HapusMasama da ben. Sukses dN seHt selalu ntuk da ben dan keluRga.
HapusMantap.. On Jan 👍👍👍
BalasHapustarimo kasih sanak... sadang baraja manulis... padian sajo pemnaca yg menyempurnakannyo hejeje
HapusMantap.. On Jan 👍👍👍
BalasHapusoiii hahahaha...aradete kiroe. sialakoa art birama ko... skali dicaliak eeee... nam0ak kodak kilirnyo.
Hapusichalago itu tamatan isi yo san... tamatan taun bara tu. ndaktau awak kalau inyo tamatan isi
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*com x-)
BalasHapusBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup. ;-)