Ada Hartati Di Padang Bagalanggang


Lampu panggung temaram. Payung lapak berukuran jumbo, tergantung sedikit melebihi posisi tengah panggung. Persis di bawah payung, enam orang penari mematung. Bunyi musik (non etnis minang) hadir sayup-sayup seolah-olah menyelinap menelusuri tubuh para penari. Kehadiran musik itu makin lama makin hilang yang diikuti oleh meredupnya sorotan lampu. Panggung itu kini hitam pekat. Adegan 15 detik yang tak boros tenaga, bunyi namun lugas dan jelas dalam suasana benar-benar memukau. Adegan ini berulang, bedanya, kali ini dua penari mengambil posisi di level rendah. Ratusan penonton yang hadirpun bebas membayangkan potret, karut marutnya kehidupan pasar yang dihuni oleh beraganmnya suku. Bahkan permasalahan yang besar seperti ini jarang terselesaikan, apa sebab, karena masalah ini tidak dianggap sebagai masalah yang menasional. Cerdasnya koreografer, interpretasi lapak hadir menjadi saksi atas ketegaran dan kesabaran manusia urban dalam upayanya untuk bertahan hidup.
Melihat karya koreografer Hartati yang bertajuk “Wajah” pada malam itu, ia masih sigap dan masih berenergi penuh. Harus diakui ia dikaruniai oleh kepekaan rasa keindahan, dan dianugrahi kepiawaian dalam menata gerak. Pilihan gerak dan pola koreografi yang dihadirkan pada tari Wajah ini dibeberapa bagian terasa sudah familiar, namun berkat kecerdasan serta kemampuannya dalam menata dan menyusun struktur koreografinya, alhasil ia sanggup mengubah pola tersebut menjadi tidak lagi familiar di mata sebagian penonton. Penggabungan beberapa elemen yang sudah ia akrabi ini, kini tampil (sedikit) beda. Usaha ini memang tidak mudah bagi seorang Hartati, mengingat begitu lamanya ia mengabdikan diri untuk seorang maestro tari Indonesia.
Di umurnya yang kini tidak lagi muda. Nama Hartati di belantara tari Indonesia bukanlah nama yang baru muncul. Dan tidak ada pula yang membantah, sebagai koreografer terkemuka yang melahirkan karya memang terjadi pasang surut. Akan tetapi (banyak) orang tau, nyaris separuh umurnya kepiawaian dan kepekaan yang ia miliki secara total dipersembahkan kepada Gumarang Sakti Dance Company pimpinan (almarhum) Gusmiati Suid. Pengabdian panjang itu ia jadikan sebagai sebuah proses berkesenian yang tidak perlu diratapi. Sebagai seorang penata tari wanita Indonesia, Hartati patut diacungin jempol, ia terbilang tegar, kenapa tidak, di samping sebagai Ayah dan Ibu dari anak-anaknya, ianya masih menyempatkan diri untuk tetap memberikan kontribusinya pada dunia tari Indonesia. Keseriusan dan pilihan yang tidak boleh ditawar, tampak pada sajian tari Wajah yang dipentaskan di Theater Utama Taman Budaya Padang dalam kegiatan yang bertajuk Padang Bagalanggang 2 buan yang lalu. Jujur, karya Hartati pada malam itu tampil memukau. Namun, tidak bisa pula dipungkiri, tari berdurasi 45 menit ini sedikit molor, dibeberapa bagian koreografer terasa memberikan lebih dari yang diminta.
Hartati pada malam itu tidak sendirian, melainkan ia harus berbagi kesempatan dengan koreografer asal negara tetangga. Tidak ada yang salah, namun entah apa sebabnya, Hartati tidak sama dengan penampil yang lainnya.  Oleh panitia penyelenggara Padang Bagalanggang, panggung Teater utama Taman Budaya Padang malam itu menyuguhkan 2 karya. Sebelum Hartati, tampil garapan tari “Untitled” karya koreografer dan penari Norisham Osman dari Singapura. Karya yang didukung oleh 5 penari ini tampil sedikit memaksa. Keinginan untuk bercerita dengan berbagai peristiwa kental terasa. Sisi lain dari karya tari yang mencapai durasi 50 menit ini termasuk pilihan yang berani. Penari yang baik adalah penari yang mampu memproyeksikan isi atau jiwa tarian. Kalau ini belum dirasakan kehadirannya dalam karya Untitled, agaknya karena para penari tersebut yang belum matang. Namun penting dicatat dari mereka, semangat itu ada dan bahkan mereka memahami. Inilah bekal terbesar dari kelompok yang bermastautin di Singapura ini.
The 2013 Padang Bagalanggang International Performing Arts Festival ini berlangsung 25 Oktober – 1 November di Taman Budaya Padang menjemput T.H.E Dance Company (Singapura), Kahzen Dance Company (Singapura), Kobalt Works, Arco Renz (Brussel, Belgia), Nan Jombang dance Company Padang, Indonesia), GTM ISI PadangPanjang (Padangpanjang, Indonesia), ARASTRA (Bengkulu, Indonesia), Teater Gendhing (Sumatera Selatan, Indonesia), Hartati-Swarna Dwipa (Jakarta, Indonesia) Tabusai Dance Theatre (Jakarta, Indonesia) dan teater Imaji (Padang, Indonesia).


Catatan: Tulisan dangkal ini urung diselesaikan karena kesibukan pada pesta keponakanku di kampung ketika itu. Waktu terus berjalan, semangatku terbang dan menghilang. Akhirnya tulisan abal-abal yang tak cerdas ini kutinggal begitu saja. Semangatku makin pudar begitu mengetahui penyimpan data eksternalku digrogoti virus. Entah kenapa, sehari yang lalu tanpa sengaja, memori ekstrenal itu kutancapkan pada laptopku, lalu satu persatu kupreteli. Kutemui tulisan kecilku tentang pementasan Hartati yang juga guruku ketika di Gumarang Sakti Dance Company. Dalam hati aku bergumam, walaupun dangkal, terasa sayang dibuang begitu saja. Di sisi lain, untuk menyempurnakan tulisan ini terasa sulit dikarenakan peristiwa budaya yang luar biasa itu telah lama usai.

Belum ada Komentar untuk "Ada Hartati Di Padang Bagalanggang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2