Tiket Terusan Ncek Minah itu, Habis

Foto : Tribunnews.com.com

BEGINI gunjingan kawan-kawan Ncek Minah di belakang layar. Sejak tugas baru itu diraih, rapat  mendadak sering digagasnya. Kesempatan legal yang ia  dapatkan itu dijadikan sebagai tumpahan curhat berlebihan. Agak sering memang,  ia alpa membawa diri sehingga ia tampil melebihi kapasitasnya. Dari beberapa kali terobosannya yang kadangkala suka menerabas, telah menjadikan ruang  beradu gagasan, dalam sesaat bisa menjadi forum  saling menyalahkan. Satu dari sekian banyak pemicu adalah, kepasihan lidahnya yang tidak segan-segan mengevaluasi pekerjaan orang lain lalu disampaikan tanpa filter dalam sebuah forum. Kuat dugaan, aroma like and dislike telah menjebak dirinya dalam memberikan penilaian. Sebagai orang yang baru saja diberikan amanah, kata kawan Ncek Minah lainnya sinis, seharusnya ia paham, dalam waktu relatif singkat, tidak semua orang cepat mengerti dengan apa yang kita inginkan. Di samping simbol yang belum familiar, ditambah pula dengan lincahnya kita berekplorasi, menyebabkan orang gagap dan gamang. Akibatnya, rasa takut kengkawan, membuat mereka mencari jalan aman dengan berimprovisasi.   
Ncek Minah itu orangnya tekun. Idenya brilian. Gagasannya beberapa kali juga bernas. Ditambah lagi dengan kepemilikan waktunya yang tak terbatas untuk mengelaborasi dan mengeksekusi  hasil pemikirannya di lapangan. Benar kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Sayang, kecerdasan yang dimiliki Ncek Minah, tidak berbanding dengan kehebatannya dalam mengelola emosi dan gagasannya.  
Sebelum Ncek Minah itu didapuk selangkah lebih maju dari teman-temannya, sebenarnya ia (masuk) satu diantara orang yang pernah kecewa luar biasa dengan banyak hal, satu diantaranya adalah tidak tentu arah kemana biduk mau berlayar. Buruknya, Ncek Minah merespon itu dengan berbuat (sedikit) suka-suka. Selaku bawahan, tentulah Ncek kurang elok jika menuntut secera berlebihan dengan mengesampingkan etika. Bukan membela orang yang dicela, Ncek harus bisa bertahan, dan tidak sampai meledak-ledak. Karakter Ncek, tanpa di undang ia hadir dengan sikapnya yang berbeda. Narasinya sering memposisikan orang lain agar segera untuk berbenah diri. Selain itu dalam berbagai kesempatan, belakangan ini sering  ia gunakan  selagi memegang kuasa.
Beberapa hari yang lalu, Ncek Minah berkeluh kesah. Hanya tersisa beberapa detik lagi, durasi cuap-cuapnya genap 45 menit. Candu Ncek Minah kumat lagi.  Tidak pandang, ia tetap akan berucap lantang, dalam forum akal sehat sekalipun. Bayangkan, dalam rentang waktu yang tidak sedikit itu, Ncek Minah telah menasehati dan menitipkan keinginan besarnya kepada seisi forum itu. Di akui, penegasan Ncek Minah sebenarnya banyak yang bernas, oleh karena panjang dan berbelit, akhirnya harapan itu menjadi masuk ditelinga kiri, keluar ke kanan. Akan tetapi kalau saja Bahasa lisan diganti Ncek Minah tertulis, mungkin ia akan mudah menagih kepada orang-orang yang dititipi pesan dan harapan. Tidak sampai disitu, sesekali pimpinan juga tersambar satirnya Ncek Minah. Sumpah, sedikitpun ia tidak menaruh hiba pada orang yang telah tersiksa sekaligus terpaksa mendengarkan kutbah panjangnya. Kental terasa, Ncek Minah agaknya tidak sabaran, dengan apa yang dibuatnya, ia menginginkan bimsalabim abrakadabra, maka jadilah. Ncek Minah agaknya lupa, apapun programnya ia tidak boleh mengabaikan proses. Ncek lupaya, sifat "cuek" misalnya, kan butuh waktu dan kesabaran untuk merubahnya.
            Saya mengakui, Ncek Minah itu dibeberapa bagian bagus.  Akan tetapi disisi lain ia juga mempunyai banyak kekurangan. Di sekeliling Ncek Minah, sebenarnya banyak orang baik, hebat, dan umurnya pun beragam. Ada yang sudah matang, setengah matang, beberapa diantaranya memang masih labil, dan tidak sedikit pula yang berpura-pura baik, akibatnya lain di depan, lain di belakang. Sebenarnya kengkawan Ncek Minah tidak tertarik membahas kelemahannya, akan tetapi karena sikap dan perlakuan Ncek Minah yang sering lepas tanpa sebab, akhinya ada yang gerah. Sekali waktu teman-temannya menggerutu, agaknya Ncek Minah cara berpikirnya  terlalu (jauh) maju, membuat orang disekelilingnya susah menngikuti. Ah, pening pale kite, entah mana yang betol. Kalulah benar apa yang dikate Ncek Minah, sementara orang di sekeliling tak paham, harusnya Ncek Minah perlu gagas strategi baru, biar teman sejawat tidak menuding Ncek egois.
Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat bagi Ncek Minah untuk meninggalkan pendahulunya. Untuk mencapai sebuah keberhasilan, Ncek tidak bisa berjalan sendirian. Ada bagian yang Ncek lupa, sejelek apapun keberhasilan yang diraih oleh pendahulu, ia mesti juga menghargainya. Tidak perlu cium tangannya, tidak usah menunduk ketika bertemu dengannya. Sebenarnya dengan berpura-pura bertanya tentang satu hal sepele sekalipun padanya, sudah cukup membuat pendahulunya tersanjung. Sangat disayangkan, Ncek Minah tidak seperti yang diharapkan. Jika Ncek Minah alergi untuk bertegur sapa, apalagi bertanya tetang satu hal kepadanya, ya ngak apa-apa. Tapi Ncek Minah tak boleh menyikutnya.  
Ncek, tiket terusanmu (kebetulan) memang sudah habis sebelum waktunya. Sekali lagi saya sampaikan, Ncek sebenarnya brilian, kelemahan dan beragamnya kawan-kawan kite, ada yang bersumbu pendek, dan ada yang bersumbu panjang. Yang bersumbu panjang sangat disayangkan ia tidak pernah hadir (sekalipun) dengan kapasitasnya. Akhirnya vonis yang Ncek dapatkan cacat untuk keadilan. Apa sebab?, karena keputusan diambil tanpa mempertimbangkan kelebihan dan kebaikan yang Ncek buat sebelumnya. Dimaklumi sajalah Ncek, karena kawan-kawan kite hadir sebagai pengadil tanpa gelar. 
Lebih dari selentingan kabar yang menyeruak, Ncek mulai tidak betah dengan tugasnya. Ketidakbetahan tersebut akan diutarakannya beberapa bulan kedepan. Naseb berkata lain, forum dadakan luar biasa yang tanpa direncanakan telah merubah segala-galanya. Termasuk bagi kengkawan yang masih betah duduk ditempatnya. Selama ini satir yang bersileweran dari mulut kemulut sedikit banyak meganggu tapi masih bisa membuatnya berkonsentrasi. 
Ah, tidak satu jalan ke Roma, Ncek. Anda seperti bibit tanaman unggul yang jika di buang kemanapun akan bisa tumbuh, di tanah gersang sekalipun. Secara peribadi, sebenarnya saya tidaklah begitu tertarik membahas kekurangan Ncek dimata kawan-kawan, melainkan saya lebih banyak berguru pada ketegasan dan kesigapan Ncek. Di penghujung tulisan ecek-ecek ini saya kabarkan, kelebihan dan kekurangan yang Ncek miliki, menjadi inspirasi bagi saya kedepan. Untuk Ncek Minah saya berharap, Jadikan ini pembelajaran yang sangat berharga kedepannya.  Maafkan kengkawan dari lubuk hati yang paling dalam, karena diyakini, masih banyak diantara mereka yang bersimpati pada Ncek. Salam santun, untuk mu Ncek.

Belum ada Komentar untuk "Tiket Terusan Ncek Minah itu, Habis"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2