Perubahan dan Perkembangan Tari Jogi Dalam Tradisi Betandang di Pulau Panjang Kota Batam
Pulau
Panjang adalah salah satu daerah yang letaknya tidak jauh dari Jembatan
Barelang (Batam, Rempang dan Galang). Selain menjadi ikonnya Kota Batam,
keberadaan jembatan Barelang merupakan penghubung pulau satu dengan yang
lainnya, yang mana jarak tempuh Pulau Panjang ke jembatan Barelang 10-15 menit
menggunakan Pancung.
Pulau
Panjang sesuai dengan bentuknya, yakni terbentang memanjang merupakan salah
satu bagian dari daerah Melayu Kepulauan, dimana di daerah ini banyak terdapat
berbagai macam kebudayaan masyarakat. Salah satu jenis budaya masyarakat di
Pulau Panjang yaitu kesenian rakyat yang masih hidup dan berkembang sampai saat
sekarang, salah satunya adalah tari Jogi.
Tari
Jogi telah ada sejak tahun 1960-an. Awal keberadaannya, ia lahir atas ungkapan rasa
senang begitu mendengar alunan musik. Dari ungkapan kegembiraan lahir beberapa
gerak yang dilakukan secara spontan. Gerak yang tanpa direncanakan dan disengaja
dilakukan tersebut lebih menekankan pada gerak pinggul, bahu dan pipi. Jika
dilihat dari bentuk ungkapannya, gerak spontan itu lebih cenderung mengarah pada
bagaimana perempuan dalam berdandan dan menghiasi dirinya agar tampak cantik.
Kecendrungan ini masuk akal, karena tari Jogi ditarikan oleh perempuan. Dalam
penyajian tari Jogi, penari tidak ditentukan jumlahnya, akan tetapi di tarikan sedikitnya oleh tiga orang penari.
Seni
tari merupakan karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batinnya,
pengalaman batin tersebut disajikan secara indah dan menarik sehingga timbul
daya tarik dan pengalaman batin pada manusia lain yang menghayatinya. Seni tari sebagai ekspresi manusia yang
bersifat estetis, kehadirannya tidak bersifat independen. Dilihat secara
tekstual, tari dapat dipahami dari bentuk dan teknik yang berkaitan dengan
komposisinya (analisis bentuk dan penataan koreografi) atau teknik penarinya
(analisis cara melakukan atau keterampilan). Sementara dilihat secara
kontekstual yang berhubungan dengan ilmu sosiologi maupun antropologi, tari
adalah bagian immanent dan integral dari dinamika sosio kultural masyarakat.
(Sumandiyo, 2005 : 13).
Kesenian
pada umumnya dan tari khususnya lahir dari hasil kreativitas masyarakat, yang
membentuk adanya kreativitas adalah keadaan sosial, ekonomi masyarakat, letak
geografis, dan pola kegiatan keseharian. Kesenian daerah tumbuh sebagai bagian
dari kebudayaan masyarakat tradisional di
wilayahnya. Oleh karena itu bentuk dan ciri khas tari tradisional dari
masing-masing daerah akan lahir dalam wujud yang berbeda antara satu etnis
dengan etnis lainnya.
Jogi di
awal perkembangannya, diprakarsai oleh Tuk Sampai, Tuk Ratai dan keluarganya.
Tuk Sampai kemudian meregenerasikan ke anaknya Basri. Begitu tongkat estafet
ini sampai ketangan Basri, ia juga mewariskan dalam keluarganya. Posisi Basri
di tengah masyarakat Pulau Panjang selain sebagai kepala kampung, sekaligus
berperan sebagai kepala joged. Modal terbesar Basri sebagai pewaris kesenian
tradisi di Pulau Panjang adalah ia dikenal sebagai tukang gesek (pemain Biola),
sedangkan Normah yang merupakan pasangan hidup Basri berperan sebagai penyanyi.
Kepiawaian Normah dalam menyanyikan lagu-lagu Melayu lama, akhirnya masyarakat
Pulau Panjang menobatkan Normah sebagai seri panggung.
Posisi
tukang gesek, penyanyi yang dimiliki oleh Basri dan isterinya, tukang pokol
gendang (pemain gendang) dan Gong oleh keluarganya juga sedangkan posisi anak
joged (penari) ditarikan oleh para keponakannya telah memberanikan dirinya
untuk mengadakan latihan-latihan joged dangkong, Mak Yong, tari Jogi dan latihan
lagu-lagu Melayu lama. Tidak butuh waktu lama bagi keluarga Basri dalam menyiapkan
pertunjukannya ini. Akhirnya, kesenian tradisional hidup dan berkembang di
tengah masyarakat Pulau Panjang. Diakui, perkembangan kesenian tradisi di Pulau
Panjang memang agak lambat, salah satu faktornya adalah jumlah masyarakatnya
yang tidak banyak. Artinya kesenian tradisi hidup dan berkembang adalah
dikarenakan kegiatan adat, pesta, khitanan dan lain sebagainya.
Sekalipun
tidak banyak, namun dalam pertunjukan yang diadakan di Pulau Panjang,
masyarakat terlihat antusias menghadiri dan menyaksikan pertunjukan, hal ini
dibuktikan dengan apresiasi masyarakat yang menonton menyumbangkan beras, sagu dan ikan segar pada
kelompok pertunjukan ini. Waktu berjalan, pendukung pertunjukan disetiap kali mengadakan penampilan di
tengah-tengah masyarakat Pulau Panjang mulai merasa tidak nyaman.
Ketidaknyamanan ini dikarenakan oleh faktor penonton yang orangnya itu ke itu
saja, seperti tetangga depan, samping rumah misalnya. Artinya, semua para penonton merupakan orang-orang yang
mereka kenal. Faktor ini menyebabkan
terutama para anak joged tidak merasa nyaman dengan pertunjukan yang mereka
adakan di Pulau Panjang.
Melihat
fenomena yang terjadi di atas, dalam pelestarian dan pengembangan kesenian
tradisi yang hidup dan berkembang di Pulau Panjang, maka Basri dan kelompok
pendukungnya mengadakan kegiatan betandang.
Betandang adalah melakukan pementasan
keliling dari satu pulau ke pulau yang lainnya. Kegiatan ini dilakukan atas
keinginan sendiri. Juga disebut dengan kegiatan betandang, ketika kelompok seni yang dipimpin oleh Basri ini
diundang oleh masyarakat untuk menampilkan kesenian tradisi dalam rangka pesta
kawin, khitanan atau upacara adat.
Latar
belakang lahirnya kegiatan betandang
oleh kelompok Basri ke pulau-pulau terdekat adalah faktor sulitnya perekonomian
masyarakat saat itu. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidup, di samping sebagai nelayan mereka mengadakan
pertunjukan keliling yang disebut dengan betandang.
Kegiatan betandang dengan menaiki
Pancung (perahu) ini mengarungi laut menuju pulau-pulau terdekat. Ketika
rombongan lebih kurang berjarak setengah kilometer dengan pulau yang dituju,
maka beberapa personil seperti pemain Gendang dan Gong akan menabuh alat musik
tersebut sampai mendekati bibir pantai. Adapun memainkan alat musik di atas
Pancung menuju pulau tersebut bertujuan untuk
menarik perhatian masyarakat. Sesampainya di pulau, sebagian warga mendekati
kelompok seni ini. Sembari menunggu di
atas Pancung, dan pimpinan rombongan menemui pemuka masyarakat dan menyampaikan
tujuan kedatangan mereka ke pulau tersebut. Setelah pembicaraan kedua belah
pihak menemui kesepakatan, maka barulah kelompok seni ini turun menuju rumah
yang disiapkan sebagai tempat tinggal sementara selama pertunjukan di pulau
tersebut.
Pada
awal pertunjukan atau di hari pertama biasanya masyarakat mengumpulkan beras
atau sagu. Setelah terkumpul, maka pada malam harinya tim kesenian Pulau
Panjang ini akan menyajikan beberapa penampilan seperti joged Dangkong,
lagu-lagu Melayu lama, dan tari Jogi, Setelah penampilan selesai, kemudian
masyarakat menginginkan pertunjukan dilanjutkan, maka konpensasinya adalah
masyarakat harus membeli tiket.
Penampilan
tim kesenian Pulau Panjang di pulau yang
mereka kunjungi ini tidak bisa diprediksi lamanya. Tim kesenian ini tidak akan
meninggalkan pulau tersebut, jika penonton masih banyak yang membeli tiket dan
menyaksikanakan pertunjukan mereka. Sebaliknya, mereka akan berpindah ke pulau
lain, mana kala penontonnya sudah mulai sepi. Antusiasnya masyarakat untuk
menyaksikan pertunjukan dari kelompok seni pimpinan Basri ini oleh karena belum
adanya hiburan lain.
Tradisi
betandang yang dilakukan oleh Basri
dan kelompoknya membuat kesenian tradisi yang hidup dan berkembang di tengah
masyarakat Pulau Panjang semakin dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu,
kegiatan betandang juga telah menjadi
mata pencaharian keluarga Basri ini.
Kegiatan
betandang menjadi kegiatan rutinitas
bagi kelompok seni Pulau Panjang ini. Tradisi betandang tidak hanya ke pulau-pulau yang ada di perairan Indonesia, melainkan telah pula
sampai ke negeri jiran Singapura dan Malaysia. Kalau di awalnya, betandang dilakukan oleh kelompok seni
ini atas inisiatif diri sendiri, perkembangan selanjutnya adalah betandang dilakukan atas undangan
masyarakat pada kelompok seni ini. Lawatan kelompok Basri memenuhi jemputan
tidaklah mudah. Untuk mengarungi laut yang begitu luas dengan transportasi tradisional berupa Pancung bukan tidak
beresiko. Apalagi menjalankan pancung dengan menggunakan pendayung yang terbuat dari
kayu. Melihat perjuangan yang begitu besar, spirit kelompok Basri patut di puji,
layak di apresiasi dan pantas di renungkan. Tradisi betandang telah menjadi sebuah rutinitas berkesenian yang
sesungguhnya.
Belum ada Komentar untuk "Perubahan dan Perkembangan Tari Jogi Dalam Tradisi Betandang di Pulau Panjang Kota Batam"
Posting Komentar