Parade Tari Batam Hambar, Bintan Berani

Foto Tribun Pekanbaru

Menyaksikan Festival Tari Daerah yang berlangsung di lapangan terbuka Gedung Nasional Tanjung Uban pada malam itu (Sabtu, 16 Maret pukul 20.00), patut diacungin jempol. Apa lacur, kegiatan tahunan Dinas Pariwisata Bintan ini mendapat tempat dari berbagai kalangan masyarakat. Ini dibuktikan dengan tumpah ruahnya masyarakat ditempat acara. Dalam hati saya bergumam, ternyata dengan setting panggung dan kehadiran lighting yang sederhana sekalipun cukup membuat ribuan pasang mata itu bertahan sampai ke penampilan akhir. Kekaguman saya tidak berhenti sampai disitu, diluar dugaan kegiatan yang diikuti oleh 18 karya tari berjalan tanpa kata alu-aluan. Ternyata, kehadiran wakil Bupati Bintan pada malam itu sama dengan masyarakatnya, yakni sengaja datang untuk melihat ide, gagasan dan pemaparan konsep dari 18 koreografer muda melalui media gerak di atas panggung. Ini langka, dan luar biasa.
Keesokan harinya (Minggu, 17 Maret pukul 13.00) giliran Dinas Pariwisata Kota Batam mengambil peran. Bedanya, di Bintan masyarakat yang datang berduyun-duyun ketempat lomba. Batam sebaliknya. Parade Tari itu sendiri yang mengunjungi pusat keramaian. Apakah Batam trauma dan takut dengan masyarakat penonton yang belum tercipta di kota ini?. Ketika dikompirmasi via sms ke Samson Rambah Pasir perihal kegiatan yang selalu diadakan di mall, kepala bidang itu menjawab diplomatis, kalau di gedung, atau di lapangan Engku Putri masyarakat yang datang, tapi kalau di mall kita yang datang. Sepertinya bung Samson itu sengaja menyuruh saya berpikir dan belajar memahami kalimat pendek, namun sarat makna. Gawe Dinas Pariwisata Batam ini diikuti oleh 13 koreografer muda berbakat. Sedangkan pejabat yang hadir dan meninggalkan tempat duduknya setelah pertunjukan usai adalah Arifin Nasir Kepala Dinas Kebudayaan, Guntur Sakti Kepala Dinas Pariwisata Provinsi, dan Yusfa Hendri kepala Dinas Pariwisata kota Batam.
Luar biasa. Mengembirakan, ternyata tunas seniman tari itu tumbuh subur di dua daerah ini. Kata-kata ini pantas diucapkan. Kenapa tidak, menonton delapan belas karya tari di Bintan dan 13 karya tari siang esoknya di Batam, telah mengabari pada kita bersama bahwa potensi yang ada perlu pembinaan lebih lanjut, salah satunya adalah memberikan wadah lebih,  guna mengasah kemampuan mereka.
Iwan salah satu eksekutor parade tari di kota Batam sesaat sebelum membacakan hasil lomba mengatakan secara gamblang, bahwa, karya tari yang ikut tahun ini hambar dan melempem. Secara kwalitas, nomor tari yang ikut tahun ini tidak mengalami kemajuan apa-apa, namun dari segi kwantitas pantas diberikan apresiasi. Sepertinya bukan Iwan saja yang tidak tau, panitia penyelenggara juga luput. Beberapa nomor tari yang ikut ambil bagian saat itu adalah proses kreatif yang dipersiapkan (sebenarnya) bukan untuk panggung Parade Tari, melainkan untuk kegiatan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). Bisa saja panggung Parade dimanfaatkan oleh beberapa sekolah sebagai laman tambahan untuk melatih siswa-siswinya agar lebih percaya diri menjelang kegiatan yang dituju. Apalagi, panitia dalam hal ini Dinas pariwisata kota Batam memberikan dana produksi setiap grup yang ikut. Diakui, panggung parade tari Batam kali ini memang banyak diikuti penari yang masih belia, dengan penguasaan teknik gerak tari yang belum begitu matang. Karena penari yang baik harus mampu memproyeksikan isi atau jiwa tarian. Kalau ini belum dirasakan kehadirannya di atas panggung, agaknya karena usia mereka yang masih muda itu.
Lebih jauh, barangkali bukan garapan dan penari saja yang membuat panggung itu hambar, melainkan oleh sebuah tradisi baru menyeruak. Tradisi baru yang saya maksud adalah, beberapa karya tari menggunakan musik kaset atau editan. Entah apa yang melatarbelakangi, musik live tidak lagi menjadi sebuah inspirasi seperti parade sebelumnya. Memang tidak menjadi keharusan, setiap tari harus diiringi secara langsung (live). Namun pengerjaan musik iringan tari yang di edit tidak cermat akan mencederai kreatifitas itu sendiri. Di sinilah bedanya, menarikan tari baku dengan tari garapan baru. Tari baku musiknya jelas dan sudah dikenal, demikian juga geraknya. Sebaliknya, karya tari baru proses kreatifitas dikatakan selesai jika ia telah dipentaskan. Seminggu kemudian jika ingin pentas lagi, tidak jarang sebuah proses kembali terbuka lebar.
Bintan mulai berani ?..
Lain halnya Bintan. Gaya garap koreografi di daerah ini lebih semarak dan beragam. Keinginan dan keberanian yang besar mendepinisikan bahwa tari tidak hanya lenggang lenggok di atas panggung tampak di beberapa nomor tari yang menggunakan properti seperti tangga dan roda. Namun tak bisa pula dipungkiri, tari yang sajiannya meriah nampaknya lebih disenangi. sebaliknya karya tari yang tenang dan anggun kurang mendapat sambutan. Misalnya pada tari Nasib utusan kecamatan Bintan Utara dengan koreografer Ryan Firdaus. Ryan mengusung 2 lingkaran menyerupai roda dalam ukuran besar. Keinginan untuk keluar dari konfensi-konfensi ia lakukan. Liciknya lagi, gaya garap koreografinya sulit ditebak. Kehadiran dua roda raksasa ini benar-benar telah memberi warna tersendiri dan bukan sekedar beda. Kecerdasaan lain dari seorang Ryan, ia tidak memaksa penarinya untuk melakukan gerakan diluar kemampuan pendukungnya itu. Kalaulah, karya ini ditarikan oleh penari yang matang, mungkin tari Nasib  akan berbicara lain.Tapi paling tidak, keberanian dan kecerdasan seorang Ryan  memaknai tari dalam pengertian luas semoga bisa membuka mata hati koreografer malam itu.
Kesan lain dari penampilan tari pada malam itu, beberapa garapan tari belum bisa melepaskan dari sifat suka-ria, tanpa usaha menghadirkan bobot. Akibatnya, komposisi gerak yang sudah cukup baik dan kuat menjadi cair. Demikian pula halnya dengan penari wanita yang selalu mengumbar senyum, penari laki-laki banyak menguras tenaga. Ada kesan energi diberikan lebih dari pada yang dibutuhkan.
Penata tari itu tidak dilahirkan, akan tetapi bakat memang harus ada. Keterampilan menata gerak dan memadukannya dengan unsur pentas yang lain, jelas diperoleh melalui latihan dan pengalaman. Persoalannya, bagaimana memanfaatkan bahan yang ada secara arif dan kreatif, tidak meniru, akan tetapi juga tidak asal baru. Sebagai penata tari pemula, mereka memang harus menjaga irama kreatifnya dengan selalu pentas dan mencipta. Karena dengan jalan itulah sebuah proses pencarian jati diri karya sesungguhnya.

Belum ada Komentar untuk "Parade Tari Batam Hambar, Bintan Berani"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2