Mungkinkah Sistim Zonasi Bisa Menghapus Titel Sekolah Favorit?
Sistim Zonasi dalam penerimaan peserta didik
baru (PPDB) sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sistim ini sudah diterapkan
sejak dua tahun yang lalu. Akan tetapi harus pula diakui sistim ini masih membuat
para orang tua bingung, sedih, dan kecewa. Beragamnya persoalan yang ditemui
oleh para orang tua salah satunya adalah ketidakmengertian mereka tentang
aturan ini. Di sisi lain, mereka juga
marah bahkan kecewa luar biasa karena gagal mendapatkan sekolah favorit, yang salah satu sebabnya
adalah terhalang oleh jarak sekolah dari rumah mereka.
Cita-cita mulia Pak Menteri Pendidikan untuk
menghilangkan kasta di sekolah negeri memang tidak mudah. Karena masih banyak
yang harus dibenahi sebelum sistim ini benar-benar diterapkan. Mengapa sistim
zonasi ditolak oleh banyak orang?, secara umum yang berkembang di tengah
masyarakat adalah perbedaan fasilitas yang ada di masing-masing sekolah, Ketika
pemerintah telah memaksimalkan sarana dan prasarana di setiap sekolah, maka
jangka panjang tentu PPDB akan adaptif
dan implementatif.
Paradigma sekolah favorit yang sudah melekat di
benak masyarakat, tidak mudah untuk dirubah. Pengertian sekolah favorit bagi masyarakat adalah, sekolah yang bisa
menghantarkan anak-anaknya ke perguruan tinggi top, sebut Universitas Gajah
Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
sederatan perguruan tinggi hebat lainnya.
Sehingga begitu lulus anak-anak mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang
layak. Singkatnya, sekolah itu untuk mencari pekerjaan, sekolah bukan untuk
membentuk kepribadian, sekolah bukan juga untuk menghasilkan generasi unggul,
sekolah tidak untuk membangun peradaban.
Luar biasa bukan?.
Harus diakui, penerapan sistim zonasi bukanlah persoalan
mudah. Karena peraturan tersebut harus
memperhatikan segala aspek yang ada, misalnya saja setiap daerah mempunyai
perbedaan masing-masing dari segi wilayah, jumlah sekolah, populasi yang ada,
dan lain sebagainya. Tidak sampai disitu, persoalan tentang pembagian kuota
juga tidak luput menjadi momok di tengah masyarakat. Pembagian kuota yang
ditetapkan oleh pemerintah juga dipandang belum memenuhi rasa keadilan. Jalur
dan kuota itu terdiri dari jalur prestasi 15 %, jalur perpindahan orang tua 5 %
dan zonasi (berdomisili di lingkungan sekolah berdasarkan zona yang ditetapkan
80 %). Pembagian tersebut akan menjadi ideal ketika sekolah-sekolah yang ada
telah memenuhi standar terutama tentang sarana dan prasarana. Sebaliknya sistim
zona itu akan sulit dijalankan dan diikuti oleh masyarakat karena disparitas
sekolah satu dengan lain masih menganga.
Pertanyaan besar kita adalah apakah pusat dalam
membuat sistim zonasi ini telah berkoordinasi dengan daerah?. Hal ini penting
karena mulai dari sabang sampai dengan Papua persoalan tentu tidak akan sama. Misalnya
penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan, sedangkan
pembagian zonasi lebih didasarkan pada wilayah. Penting juga untuk bahan
evaluasi, seharusnya juknis sudah disebarkan kepada masyarakat jauh sebelum
pelaksanaan penerimaan peserta didik baru dengan bahasa yang mudah dipahami,
sehingga informasi bisa ditelaah oleh berbagai kalangan.
Kebijakan yang dilahirkan memang tidak akan
pernah memuaskan semua orang, Apalagi cara pandang sebatas melihat kepentingan
individu saja. Membenahi sistim menunggu pemerintah siap, keburu persoalan itu
menjadi akut. Tapi kita meyakini, pemerintah telah berusaha, berbenah, memenuhi
rasa keadilan. Tentu kita harus sabar menunggu, apa yang menjadi tujuan hakiki pemerintah
(baca Meneteri Pendidikan) mustahil bisa dirasakan dalam tempo yang singkat. Kita
meyakini, lahirnya kebijakan ini tidak sekedar menunjukan kepada kita bahwa pemerintah itu telah berpikir, dan bekerja
untuk masyarakat.
Pertanyaannya, mungkinkah sistim zonasi ini
bisa menghapus titel sekolah favorit yang terlanjur familiar di tengah
masyarakat?.
Belum ada Komentar untuk "Mungkinkah Sistim Zonasi Bisa Menghapus Titel Sekolah Favorit?"
Posting Komentar